"Kamu lebih cocok
jadi cucu dari nenekku ketimbang aku sendiri" ia menoleh dengan tatapan
penuh tanya kearahku. Aku hanya terdiam sesaat dan tersenyum kearahnya. Kami
sedang membuat bubur sumsum. Makanan yang sangat disukai Bu Mestika. Yang
sekaligus sangat baik untuk kesehatan pencernaannya.
"Kenapa kamu tidak
pernah memanggilnya dengan sebutan nenek?"
"Karena beliau tidak
pernah meminta" jawabku kemudian.
"Kamu lain"
"Lain apa?"
"Sangat santai
sekaligus peduli terhadap segala hal" aku berhenti sejenak untuk mengiba.
Tanpa sadar pasti pipiku sudah memerah karena malu. "Maaf merepotkan, hanya
saja pasti nenekku sangat senang jika memiliki cucu sepertimu"
"Tanpa harus menjadi
cucu nya pun aku akan tetap membantunya" ujarku lirih.
Sisa sore itu kami
habiskan dengan berbincang-bincang. Dan aku akan memandang ke arah lain jika
merasa ia menyanjungku. Menghindari tatapannya yang seakan geli melihat pipiku
yang merah padam. Fardan berkata bahwa ia sedang menunggu masa wisudanya dengan
tinggal di desa yang sarat dengan cerita orang tuanya yang pernah tinggal
disini. Mengenai orangtuanya yang menjadi anak angkat Bu Mestika dan Pak Zakir,
Fardan berkata bahwa telah lama sekali keluarga mereka menetap di kota. Ibunya
telah meninggal dan merupakan anak angkat dari Ibu Mestika. Sejak menikah,
ibunya tidak pernah kembali ke desa ini.
Melainkan sekarang anaknyalah yang
mengunjungi neneknya kemari. Itupun karena satu hal, ia mendapatkan tawaran
pekerjaan di kantor dinas pertanian di daerah kami. Dengan tanpa sengaja ia
hendak mencari orang tua angkat ibunya yang tinggal di desa ini. Ia berkata
pula bahwa mungkin akan menetap di desa ini jika tawaran pekerjaan yang datang
padanya ia terima.
Aku pasti memimpikan
fiksi. Jika ternyata hal yang kemarin terjadi adalah bukan kenyataan, maka aku
memilih untuk bermimpi dalam setiap nafas fiksi yang terjadi.
***
Mungkin entah langit di
setiap malam yang akhir-akhir ini terlihat selalu cerah dengan dihadiri
bintang, atau angin semilir yang tengah datang disetiap kunjunganku ke padang
ilalang, bahkan hujan yang turun secara perlahan di setiap kala. Dan garis
lengkung menandakan senyuman yang sering terjadi pada bibirku. Atau kupu-kupu
yang kau rasa terbang kian kemari didalam perutmu. Jika memimpikinnya saja
dapat membuatmu bahagia, aku pasti benar-benar tertidur dan terbangun lagi di dalam
dunia fiksi. Rasanya setiap hari mulai hari itu seperti bukan kenyataan, namun
tiap kali aku tersadar dan berdo’a, semuanya adalah kenyataan.
Aku dapat
menemui setiap orang yang bahkan ingin kutemui, tersenyum terhadap hal-hal
sepele, atau bahkan menertawakan hal yang kurang lucu. Aku mungkin gila, gadis
gila yang tinggal didalam dunia fiksi. Aku mencubit pipiku sendiri saat
kutemukan diriku mulai berjalan salah arah melewatkan jalan menuju rumah. Dan
tertawa begitu keras sesampainya dirumahku. Rumah yang sepi seperti biasanya,
tanpa ada suara yang dapat timbul kecuali yang dibuat oleh aktivitasku, hari
ini aku akan mengunjungi kediaman Ibu Mestika. Nenek. Aku memanggilnya nenek
sejak dua minggu lalu aku merawatnya, ia sendiri yang meminta. Akupun tidak
tahu mengapa, yang pasti saat aku tanyakan hal tersebut pada Fardan, ia benar
tidak tahu apa-apa tentang hal itu. Begitulah aktivitasku selama dua minggu
ini, sehabis rutinitasku, pasti aku akan mengunjungi rumah nenek yang dekat
saja, karena memang bersebelahan dengan rumahku.
Seminggu sejak keadaan
nenek pulih dan sehat seperti semula, mulai sejak itu kami melakukan berbagai
rutinitas seperti biasanya bertahun kami lakukan sejak kakek dan nenekku
meninggal. Namun kali ini, bertambah satu anggota lagi, yaitu Fardan.
Disela-sela aktivitasnya membangun sebuah taman di belakang rumah nenek, ia
selalu membantu kami membuat berbagai makanan atau bahkan terkadang
memperhatikan nenek membuat sulaman namun tidak pernah mau untuk membuatnya
sendiri. Nenek pun kini lebih sering tertawa, begitu juga aku, yang frekuensi
tersenyumnya kian bertambah. Entah mengapa jika aku tidak memiliki perasaan
pada Fardan pun rasanya aku akan tetap senang melihatnya tinggal di desa ini.
Mengenai persaanku padanya pun, masih dan tidak akan pernah ada yang tahu
selain aku. Aku benar-benar tidak pernah membicarakan mengenai perasaanku pada
siapapun sampai saat ini. Aku terlalu takut, dan terlalu sungkan untuk menerka
bahwa ia pun memiliki perasaan yang sama denganku. Walaupun hampir setiap hari
kami selalu bertemu. Aku tidak dapat menerjemahkan hal-hal baik yang ia lakukan
padaku merupakan hal yang lebih dari sekedar batas lumrah. Maka tanpa
memikirkannya pun segalanya berjalan seperti semestinya, seperti seharusnya
yang terjadi sesuai rasa engganku untuk ketahuan perasaanku olehnya.
Namun sekarang, Ia tertawa
setiap kali aku melakukan kesalahan. Dan aku akan dibela nenek walaupun ia
melihat kecerobohanku. Aku sama sekali tidak mengira menyukainya akan
semenyenangkan ini. Kadang kami akan bertukar pembicaraan atau sekedar bertukar
lelucon konyol yang membuatnya tertawa setelah tiga detik kemudian. Rasanya
segalanya terasa lebih mudah di siang hari saat kami bertemu. Ketimbang mimpi
malam hari yang sering melandaku dan keadaan penuh peluh dan rasa cemas ketika
bangun. Tapi tidak apa-apa, sepanjang apa yang kulakukan di siang hari
menyenangkan. Sebenarnya aku takut untuk tidur. Karena setiap kali aku tidur
aku akan memimpikan hal yang sama, bayangan yang menggambarkan masa lalu atas
perginya ayahku yang belum kembali. Bayangan yang sangat kurindukan namun
tergambar sebagai mimpi buruk yang menghantui. Satu satunya bayangan manusia
yang sangat kurindukan karena dengan keberadaannya akan membuatku sadar bahwa
di dunia ini aku tidak sebatang kara. Namun untuk pertama kalinya diantara
mimpi-mimpi statisku, selama berminggu-minggu aku tidak memimpikan ayah. Aku
memimpikan fardan . Yang entah kenapa mampir ke dalam lamunan semu hampir di
setiap malam yang ku lalui.
****
akhirnya fardan masuk ke dalam mimpinya aruna..hmm
ReplyDelete"Tanpa harus menjadi cucu nya pun aku akan tetap membantunya" ujarku lirih. itu gaya pengarangnya banget xixixi
bagian ke-4 nya manna ? jadi penasaran..
ada kupu2 yang tebang di perut itu rasanya seperti apa yach ? imaginasi luarr biasa..top dech
ReplyDelete