Wednesday, September 26, 2012
Sunday, September 23, 2012
Simply thought
"What am I gonna do, when the best part of me was always you ?"_Sentence that I never knew whom to belong
Monday, September 17, 2012
The 4th Avenue Café
Description: 4th Ending Theme
Lyrics by hyde
Music by ken
Performed by L'Arc~en~Ciel
Original / Romaji Lyrics | |
---|---|
Kisetsu wa odayaka ni, owari wo tsugeta ne
Irodorareta kioku ni yosete sayounara Ai wo kureta ano hito wa, kono hitomi ni yurameite ita | |
Togirenai kimochi nante hajime kara shinjite nakatta
Utsuriyuku machinami ni torinokosareta mama, yukikau ano hitobito ga, ima wa tooku ni kanjirarete Zawameki sae usurete wa, tameiki ni kiete shimau | |
Kuuseki ni mitsumerareta, taikutsu na kyuujitsu ni wa
Owaru koto naku anata ga nagaretsudzukete iru Wakatte ite mo kidzukanai furi shite Oborete ita yo, itsudemo Dareka no koto omotteru, yokogao demo suteki datta kara | |
Kisetsu wa odayaka ni, owari wo tsugeta ne
Irodorareta kioku ni yosete sayounara Ai wo kureta ano hito wa, kono hitomi ni yurameite ita | |
Ato dore kurai darou?, soba ni ite kureru no wa Sou, omoinagara toki wo kizande ita yo | |
Yosete wa kaeshiteku oh nami no you ni, kono kokoro wa sarawarete
Kyou mo machi wa aimokawarazu omoimegurase Sorezore ni egaite yuku oh Sayounara ai wo kureta ano hito wa, tooi sora ni koikogarete, kono hitomi ni yurameite ita | |
Utsuriyuku machinami ni tameiki wa koboreta English Translation The season told me calmly about the end I gather colourful memories and I say goodbye to them That person who gave me love, was shaking in these eyes I didn't believe from the beginning in continuous feelings Being abandoned in changing towns, I can feel at the distance, those people who come and go Even the noise goes down and disappears in a sigh In a boring holyday, I could stare at the vacancy You who doesn't have an end, continues to wander Although I know it, I pretend I don't realize about it I've always been obsessed with her I was thinking of somebody, because even her profile face was adorable The season told me calmly about the end I gather colourful memories and I say goodbye to them That person who gave me love, was shaking in these eyes How long will you be by my side? So, while I was thinking, the time was elapsing This heart is being kidnapped, and oh, comes and goes like a wave Take again into account that today towns are as usual too Oh, I will go drawing on each of them That person who gave me love and sayed goodbye, fell in love with the far sky and was shaking in these eyes In changing towns, my sighs overflowed |
Sunday, September 16, 2012
Pantheon & Fontana di Piazza Della Rotonda Full Review
Pantheon
Yeaay ~ so happy , akhirnya tiba saatnya untuk mengulas
tentang Pantheon dan Fontana di Piaza della rotunda
Pantheon
Masa Pembangunan : 118M – 128M
Lokasi :Roma, Italia
Constructed by : Hadrian (Roman Emperor)
Pantheon adalah kuil yang dipersembahkan untuk semua
dewa-dewi, Pantheon dari Roma adalah bangunan bangunan terawet dan terbaik dan
paling signifikan dalam sejarah arsitektur. Bentuknya merupakan silinder sangat
besar yang menyembunyikan 8 pilar di baliknya, dengan diatapi kubah berdiameter
43,2 m.
Pantheon didirikan oleh kaisar romawi Hadrian, antara tahun
118 dan 128 M. Menggantikan sebuah kuil yang dibangun oleh negarawan Marcus
Vipsanius Agrippa di tahun 27 SM yang di awal abad ke 7 ditahbiskan sebagai
gereja.
Pantheon juga mengacu pada bangunan yang berfungsi sebagai
makam bagi tokoh terkemuka.
Well that’s enough bout the shining pantheon, now it’s turn
for my favourite,
Fontana di Piazza della Rotonda
Fountain in Piazza della Rotonda
Masa Pembangunan : 1575M– 1711M
Lokasi :Roma, Italia
Costructed by : Giacomo Della Porta under Pope Gregory XIII in 1575, and the obelisk was added to it in 1711 under Pope Clement XI.
Fontana di Piazza della Rotonda berlokasi di tengah square di
Roma, tepat di depan Pantheon.
Kapan Fontana di Piazza della Rotonda dibuat? Air Mancur ini
dibuat setelah pemulihan saluran air
Aqua Virgo. Dan air mancur ini perancangannya dipercayakan kepada Leonardo
Sormani.
Fontana di Piazza della Rotonda ini dibuat untuk
merayakan perayaan kreasi 18 fountain
dengan cara menciptakan rangkaian 18 air mancur.
Tahukah kalian, bahwa air mancur yang indah ini pada masa
pemerintahan Clement XI, lokasinya pernah dijadikan sebagai pasar ikan dan
sayuran yang kebetulan diselenggarakan di Roma Square. Yang bahkan sampai ke barisan
pilar terluar Pantheon. (Well, that’s ..
horrible). Tapi akhirnya selama masa restorasi di tahun 1804, Paus Pius
berhasil memindahkan kegiatan perdagangan pasar tersebut ke Piazza Navona, dan
berhasil mengembalikan martabat alun-alun.
Namun sebuah laporan melaporkan bahwa di tahun 1836 kumpulan
para penjual ikan menempati tempat di Fontana di Piazza della Rotonda lagi dan
memanfaatkan cekungan yang ada pada air mancur untuk menjaga agar ikan-ikan
tetap segar dan hidup. (Well, that’s another story -_-) Yang menyebabkan
dibuatnya penghalang disekitar air
mancur pada saat itu.
Dan akhirnya di tahun 1886 pagar yang melindungi air mancur
tersebut di lepas sehingga Fontana di Piazza della Rotonda tampak seperti
sekarang.
The thing is , Pantheon dan Fontana di Piazza della Rotonda ini berhadap-hadapan
Pantheon dan Fontana di Piazza della Rotonda, view from above |
Kelihatan air mancurnya ? kira kira berapa meter ya kesana :) |
Apa yang akan kita lihat saat tengadah |
Pantheon Entrance, Direct view to Fontana di Piazza Della Rotonda |
Well ~~ bagi yang ingin melihat apresiasi saya mengenai Pantheon dan Fontana Di Piazza Della Rotonda, silahkan kunjungi posting ----> ini
Dan untuk review dari apresiasi tersebut , silahkan kunjungi posting -----> ini
Dream
I saw you at my dream last night, its not just saw you . It's so Real but surreal ,
Would there is happen that he's dream same with me ?
Would there is happen that he's dream same with me ?
Thursday, September 13, 2012
Wednesday, September 12, 2012
Tuesday, September 11, 2012
Monday, September 10, 2012
Friday, September 7, 2012
Project #1 Preview
So there's my short story is,
Akhirnya selesai juga membuat sebuah cerpen. ~~
Buatnya kemarin, dan selesai kemarin juga. Inspirasi.. untuk saat ini entah dari mana jalan ceritanya bisa seperti itu, hanya saja sedari dulu tertarik untuk membuat sebuah cerita yang 'so sweet', 'singkat', 'oh ternyata_feels','sedikit mengelabui', dan misterius. Kind of, having so much fun in that story.
Pernah dulu waktu masih labil saat MTs bikin sebuah cerpen yang alhasil saya ga ngerti maksudnya kemana. Kind of love story too, tapi saya rasa isinya terlalu bahagia dan blak-blakan. Namun saat ini, setelah saya lebih lama hidup (#_# ), lebih banyak menyaksikan cerita di sekitar, kehidupan, bencana, keprihatinan dan lain-lain, sudut pandang saya dalam menulis jadi sangat berbeda dari sebelumnya.
dan dengan menyukai hal tersebut, berusaha tidak tertarik dengan situs-situs bersejarah adalah mustahil.
semata mungkin tidak ada hubungannya, tapi kalau rasa melankolis saya ikut terbawa, fountain ini seperti diciptakan untuk menemani sang Pantheon. Diluar dari kepentingan apa yang dimaksud oleh para pembuatnya.
Akhirnya selesai juga membuat sebuah cerpen. ~~
Buatnya kemarin, dan selesai kemarin juga. Inspirasi.. untuk saat ini entah dari mana jalan ceritanya bisa seperti itu, hanya saja sedari dulu tertarik untuk membuat sebuah cerita yang 'so sweet', 'singkat', 'oh ternyata_feels','sedikit mengelabui', dan misterius. Kind of, having so much fun in that story.
Pernah dulu waktu masih labil saat MTs bikin sebuah cerpen yang alhasil saya ga ngerti maksudnya kemana. Kind of love story too, tapi saya rasa isinya terlalu bahagia dan blak-blakan. Namun saat ini, setelah saya lebih lama hidup (#_# ), lebih banyak menyaksikan cerita di sekitar, kehidupan, bencana, keprihatinan dan lain-lain, sudut pandang saya dalam menulis jadi sangat berbeda dari sebelumnya.
So why should be Pantheon and Fontana di piazza della rotonda?
- because, these place is AMAZING
- saya termasuk orang yang tertarik dengan hal-hal yang berhubungan dengan sejarah, apapun.
dan dengan menyukai hal tersebut, berusaha tidak tertarik dengan situs-situs bersejarah adalah mustahil.
- Jelas
- kind of Romantic, I think
semata mungkin tidak ada hubungannya, tapi kalau rasa melankolis saya ikut terbawa, fountain ini seperti diciptakan untuk menemani sang Pantheon. Diluar dari kepentingan apa yang dimaksud oleh para pembuatnya.
- Well Enough research
- Menarik
No, I was shut my winamp off to prevent story line about another song that playedAny soundtrack ?
Thursday, September 6, 2012
Fontana di piazza della Rotonda
Di sinilah ia, memandang iba dengan tak kasat mata ke atas langit biru tanpa satupun awan yang berarak. Menyipitkan mata antara ingin dan tak ingin, merasakan angin berhembus pelan tanpa memedulikan lalu lalang keramaian disekitarnya. Di ujung Piazza della Rotonda, tepat di depan matanya Pantheon, di ujung matanya saat ia membuka mata, Pantheon, di setiap matanya berputar untuk mencari hal lain untuk dipandang, Pantheon. Disinilah tempat impian semasa kecilnya bergantung, tempat masa remajanya berakhir dengan melewati ujung jalan ini hampir 6 hari dalam seminggu, tempat awal usia kepala duanya dimulai. Luce.
“Luce” Ia menoleh ke arah pemilik suara yang memanggil nama itu.
“Kau sudah selesai? Ibu sudah menunggumu sejak empat puluh menit lalu. Ayo kuantar kau segera kesana ” Sahutnya sambil terburu-buru membantunya tanpa menatap tatapan kosong sang gadis berkursi roda.
Luce. Katanya parau, ia menatap sepasang orang yang sepertinya kakak beradik itu menghilang diujung jalan diantara keramaian hilir mudik pengunjung kompleks wisata Pantheon. Menghela nafas bukan hal yang selalu diinginkannya, bukan juga hal yang menjadi kebiasan naluriahnya. Hanya saja ia seperti mengenal gadis itu, selamanya. Ia mengetahui gadis bernama Luce itu sedari remaja. Gadis itu selalu berada di sekitar Pantheon, menghadap ke arah air mancur yang berada di seberang Pantheon. Melihat gadis itu terdiam tenang di dekat tiang penyangga paling kanan Pantheon saat ia hendak pulang sekolah, melihat gadis itu nekat turun dari kursi rodanya namun tidak berhasil disuatu akhir pekan yang penuh turis asing, menyaksikan gadis itu akhirnya berhasil duduk di pelataran Pantheon setelah tiga hari kemudian dengan cara kedua tangan sekaligus berpegangan erat ke tiang penyangga paling ujung. Atau bahkan melihat gadis tersebut menolong turis asia yang meminta bantuannya untuk memotret mereka dengan latar belakang air mancur Fontana di piazza della Rotonda.
Ya, yang selama ini dia tahu, gadis yang selalu di panggil Luce itu selalu menatap dengan berbagai ekspresi pada Fontana di piazza della Rotonda. Seperti seumur hidupnya, ia bagaikan menyaksikan Luce dengan berbagai aktivitas yang ia miliki dan dihabiskan di pelataran Pantheon selama berjam-jam lamanya, termenung menatap air mancur Fontana di piazza della Rotonda. Bertahun-tahun yang ia habiskan disepanjang jalanan ini, berangkat sekolah, membantu neneknya, mengantar kerabat dekat mengunjungi Pantheon, atau membeli makanan di seberang jalan. Tak pernah sekalipun Ia melihat Luce melewatkan harinya tanpa dihabiskan disana. Luce selalu ada disana, berdiam diri seperti orang yang jiwanya melayang entah kemana, atau menatap penuh semangat ke arah puncak air mancur itu.
Baru setelah bertahun-tahun ia lewati masa demi masa dari umur yang ia miliki, Ia baru menyadari betapa lembutnya Luce yang selalu setia menatap Fontana di piazza della Rotonda itu. Tatapan lembut matanya, gerak pelan tubuhnya, atau sayu senyum heningnya. Luce. Hanya satu kata yang ia tahu, Luce yang ini begitu setia, begitu nekat untuk berada disana, di seberang Fontana di piazza della Rotonda dan menatap air mancur itu entah karena sakit jiwa atau kelainan atau mungkin gadis itu memang tulus adanya.
Sekarang diawal usia dua puluhannya ia bermaksud menetap disini, kota dimana ia dibesarkan dari semasa kecil, kota tempat keluarganya tinggal, kota tempat kakek dan neneknya membesarkannya, kota tempat kakek dan neneknya meninggalkannya, kota tempat kakek dan neneknya dikuburkan di tempat peristirahatan terakhir. Kota seribu kenangan dengan kebesaran Pantheon, Coliseum, dan bahkan Fontana di piazza della Rotonda. Ia lalui hari-harinya yang masih dapat ia gapai, dengan melukis portrait para turis dengan sentuhan seni lukis yang ia miliki. Kadang saat jasa lukisnya sepi peminat, ia akan terbiasa dengan melukis kebesaran Pantheon, Kuil yang dipersembahkan untuk seluruh dewa dewi. Melukis setiap pilarnya dengan seksama, setiap detail pada kubah silindernya dari sisi dimana ia berada, oh Hadrian, andai kau tahu berapa banyak orang yang memuja karyamu saat ini. Di sini di sudut jalan dekat Fontana di piazza della Rotonda, seberang Pantheon, ia berlatih untuk melancarkan satu-satunya kemampuannya yang dapat membuatnya layak masuk Università degli Studi di Roma Tor Vergata.
Rambutnya hitam kecoklatan, semula selalu diikat, namun sekarang selalu diurai, ia berjaket sangat tebal di musim dingin. Kadang membawa beberapa batang coklat, dan menghabiskannya sendirian. Jika ia selesai dengan makanan dan minumannya, ia tersenyum ke arah air mancur itu. Seperti satu-satunya orang yang bahagia karena di dunia ini tuhan masih mengizinkan air mancur itu ada, seakan abadi, setidaknya untuk dirinya. Jika hujan salju tiba, ia tidak tahu apa yang terjadi pada Luce, karena ia sendiripun selalu berdiam diri dirumah saat cuaca beralih tidak mendukung.
Akhir-akhir ini Luce lebih mudah ditemui di sekitar pelataran Pantheon, namun Luce disana, jauh dari keramaian turis yang berlalu lalang seenaknya, tanpa ada rasa iba terhadap gadis berkursi roda di sudut pelataran. Luce lebih sering tersenyum sekarang, mungkin mengiba terhadap langit biru, atau lagi-lagi terhadap Fontana di piazza della Rotonda. Ya ampun, aku pasti lupa betapa naksirnya Luce pada air mancur ini, gumamnya suatu hari saat mengerjakan sebuah lukisan. Entah apa yang ada dipikiran Luce yang selalu menatap air mancur ini tanpa henti, dimana ia selalu merenung. Sepertinya jika ia menjadi Luce, ia akan memilih menatap Pantheon sebagai objek panorama yang disukainya, kuil dengan ribuan marmer berwarna-warni yang menghiasi lantainya dan kubah menjulang tinggi yang menempel kokoh dilangit-langit dalamnya. Ia tak habis pikir mengapa diantara ribuan air mancur diseluruh Italia, Luce sangat mengagumi Fontana di piazza della Rotonda.
Sedangkan ia sangat mengagumi Pantheon.
***
Ia melukis Pantheon lagi, Pantheon yang sangat dikaguminya. Ia melukis dari sudut pandang yang berbeda setiap kalinya, sehingga setiap karya yang ia buat dari Pantheon, tidak ada yang pernah benar-benar serupa atau terlihat sama. Rambutnya hitam kecoklatan, jaketnya berwarna merah kali ini, senyumnya tulus, tatapannya hangat, terduduk diam di pelataran sudut Pantheon diatas… Kursi Roda?
Ia terkesiap dengan apa yang baru ia kerjakan, sudah hampir enam kali ia melukis Pantheon dengan Luce di dalamnya. Dan kali ini dengan detail yang lebih spesifik, dengan hati dan perasaan yang tetap tidak menyadari, namun panca indera yang lebih dulu sadar akan apa yang diinginkannya dan menuangkannya dalam lukisan tanpa meminta izin terlebih dahulu terhadap hati dan perasaan.
Luce, apakah kau bahkan tahu namaku? Pikirnya suatu waktu.
Rambutnya hitam kecoklatan, jaketnya berwarna merah kali ini, senyumnya tulus, tatapannya hangat, namun ia tidak terduduk diam di pelataran sudut Pantheon dengan kursi roda. Karena aku mendorong kursi rodanya, ke sebuah tempat yang baru. Dengan tawa kecil yang dilontarkan sang pemilik kursi roda. Hei Nona, ini awal pertama aku melihatmu tersenyum saat meninggalkan pelataran Pantheon, kita semakin dekat ke seberang, agar kau bisa menggapai arak airnya seperti dirimu yang penuh cahaya, menuju Fontana di piazza della Rotonda.
“Luce” Ia menoleh ke arah pemilik suara yang memanggil nama itu.
“Kau sudah selesai? Ibu sudah menunggumu sejak empat puluh menit lalu. Ayo kuantar kau segera kesana ” Sahutnya sambil terburu-buru membantunya tanpa menatap tatapan kosong sang gadis berkursi roda.
Luce. Katanya parau, ia menatap sepasang orang yang sepertinya kakak beradik itu menghilang diujung jalan diantara keramaian hilir mudik pengunjung kompleks wisata Pantheon. Menghela nafas bukan hal yang selalu diinginkannya, bukan juga hal yang menjadi kebiasan naluriahnya. Hanya saja ia seperti mengenal gadis itu, selamanya. Ia mengetahui gadis bernama Luce itu sedari remaja. Gadis itu selalu berada di sekitar Pantheon, menghadap ke arah air mancur yang berada di seberang Pantheon. Melihat gadis itu terdiam tenang di dekat tiang penyangga paling kanan Pantheon saat ia hendak pulang sekolah, melihat gadis itu nekat turun dari kursi rodanya namun tidak berhasil disuatu akhir pekan yang penuh turis asing, menyaksikan gadis itu akhirnya berhasil duduk di pelataran Pantheon setelah tiga hari kemudian dengan cara kedua tangan sekaligus berpegangan erat ke tiang penyangga paling ujung. Atau bahkan melihat gadis tersebut menolong turis asia yang meminta bantuannya untuk memotret mereka dengan latar belakang air mancur Fontana di piazza della Rotonda.
Ya, yang selama ini dia tahu, gadis yang selalu di panggil Luce itu selalu menatap dengan berbagai ekspresi pada Fontana di piazza della Rotonda. Seperti seumur hidupnya, ia bagaikan menyaksikan Luce dengan berbagai aktivitas yang ia miliki dan dihabiskan di pelataran Pantheon selama berjam-jam lamanya, termenung menatap air mancur Fontana di piazza della Rotonda. Bertahun-tahun yang ia habiskan disepanjang jalanan ini, berangkat sekolah, membantu neneknya, mengantar kerabat dekat mengunjungi Pantheon, atau membeli makanan di seberang jalan. Tak pernah sekalipun Ia melihat Luce melewatkan harinya tanpa dihabiskan disana. Luce selalu ada disana, berdiam diri seperti orang yang jiwanya melayang entah kemana, atau menatap penuh semangat ke arah puncak air mancur itu.
Baru setelah bertahun-tahun ia lewati masa demi masa dari umur yang ia miliki, Ia baru menyadari betapa lembutnya Luce yang selalu setia menatap Fontana di piazza della Rotonda itu. Tatapan lembut matanya, gerak pelan tubuhnya, atau sayu senyum heningnya. Luce. Hanya satu kata yang ia tahu, Luce yang ini begitu setia, begitu nekat untuk berada disana, di seberang Fontana di piazza della Rotonda dan menatap air mancur itu entah karena sakit jiwa atau kelainan atau mungkin gadis itu memang tulus adanya.
Sekarang diawal usia dua puluhannya ia bermaksud menetap disini, kota dimana ia dibesarkan dari semasa kecil, kota tempat keluarganya tinggal, kota tempat kakek dan neneknya membesarkannya, kota tempat kakek dan neneknya meninggalkannya, kota tempat kakek dan neneknya dikuburkan di tempat peristirahatan terakhir. Kota seribu kenangan dengan kebesaran Pantheon, Coliseum, dan bahkan Fontana di piazza della Rotonda. Ia lalui hari-harinya yang masih dapat ia gapai, dengan melukis portrait para turis dengan sentuhan seni lukis yang ia miliki. Kadang saat jasa lukisnya sepi peminat, ia akan terbiasa dengan melukis kebesaran Pantheon, Kuil yang dipersembahkan untuk seluruh dewa dewi. Melukis setiap pilarnya dengan seksama, setiap detail pada kubah silindernya dari sisi dimana ia berada, oh Hadrian, andai kau tahu berapa banyak orang yang memuja karyamu saat ini. Di sini di sudut jalan dekat Fontana di piazza della Rotonda, seberang Pantheon, ia berlatih untuk melancarkan satu-satunya kemampuannya yang dapat membuatnya layak masuk Università degli Studi di Roma Tor Vergata.
***
Rambutnya hitam kecoklatan, semula selalu diikat, namun sekarang selalu diurai, ia berjaket sangat tebal di musim dingin. Kadang membawa beberapa batang coklat, dan menghabiskannya sendirian. Jika ia selesai dengan makanan dan minumannya, ia tersenyum ke arah air mancur itu. Seperti satu-satunya orang yang bahagia karena di dunia ini tuhan masih mengizinkan air mancur itu ada, seakan abadi, setidaknya untuk dirinya. Jika hujan salju tiba, ia tidak tahu apa yang terjadi pada Luce, karena ia sendiripun selalu berdiam diri dirumah saat cuaca beralih tidak mendukung.
Akhir-akhir ini Luce lebih mudah ditemui di sekitar pelataran Pantheon, namun Luce disana, jauh dari keramaian turis yang berlalu lalang seenaknya, tanpa ada rasa iba terhadap gadis berkursi roda di sudut pelataran. Luce lebih sering tersenyum sekarang, mungkin mengiba terhadap langit biru, atau lagi-lagi terhadap Fontana di piazza della Rotonda. Ya ampun, aku pasti lupa betapa naksirnya Luce pada air mancur ini, gumamnya suatu hari saat mengerjakan sebuah lukisan. Entah apa yang ada dipikiran Luce yang selalu menatap air mancur ini tanpa henti, dimana ia selalu merenung. Sepertinya jika ia menjadi Luce, ia akan memilih menatap Pantheon sebagai objek panorama yang disukainya, kuil dengan ribuan marmer berwarna-warni yang menghiasi lantainya dan kubah menjulang tinggi yang menempel kokoh dilangit-langit dalamnya. Ia tak habis pikir mengapa diantara ribuan air mancur diseluruh Italia, Luce sangat mengagumi Fontana di piazza della Rotonda.
Sedangkan ia sangat mengagumi Pantheon.
***
Ia melukis Pantheon lagi, Pantheon yang sangat dikaguminya. Ia melukis dari sudut pandang yang berbeda setiap kalinya, sehingga setiap karya yang ia buat dari Pantheon, tidak ada yang pernah benar-benar serupa atau terlihat sama. Rambutnya hitam kecoklatan, jaketnya berwarna merah kali ini, senyumnya tulus, tatapannya hangat, terduduk diam di pelataran sudut Pantheon diatas… Kursi Roda?
Ia terkesiap dengan apa yang baru ia kerjakan, sudah hampir enam kali ia melukis Pantheon dengan Luce di dalamnya. Dan kali ini dengan detail yang lebih spesifik, dengan hati dan perasaan yang tetap tidak menyadari, namun panca indera yang lebih dulu sadar akan apa yang diinginkannya dan menuangkannya dalam lukisan tanpa meminta izin terlebih dahulu terhadap hati dan perasaan.
Luce, apakah kau bahkan tahu namaku? Pikirnya suatu waktu.
***
Oh Pantheon,
Oh Fontana di piazza della Rotonda,
Kalian diciptakan berhadap-hadapan
Satu sama lain.
Dalam suatu waktu tanpa pengecualian,
Akan kah semuanya mungkin terjadi,
Sampai tak ada jarak di antara kalian?
Rambutnya hitam kecoklatan, jaketnya berwarna merah kali ini, senyumnya tulus, tatapannya hangat, namun ia tidak terduduk diam di pelataran sudut Pantheon dengan kursi roda. Karena aku mendorong kursi rodanya, ke sebuah tempat yang baru. Dengan tawa kecil yang dilontarkan sang pemilik kursi roda. Hei Nona, ini awal pertama aku melihatmu tersenyum saat meninggalkan pelataran Pantheon, kita semakin dekat ke seberang, agar kau bisa menggapai arak airnya seperti dirimu yang penuh cahaya, menuju Fontana di piazza della Rotonda.
Story and Illustration Copyright Hana Zainab Mukarromah
Sunday, September 2, 2012
03 July 2012, 9:32 pm
To me love is insidious thing , it’s harmful every piece of logic perception. And destruct every feel of broken heart_ZM
Saturday, September 1, 2012
14
Or maybe past event has made you becoming more wise looking guy, through every movement you take and every act you did, and every hope you tangle in every pray you said See More
New Inception Project ~ Finding My own Sense in Literature (more)
And oh Yes, is it September already ? what would we gonna do with this blog ?
it's like an abandoned site, yeahs I've been spending so much time in my WordPress, tumblr, and deviantart, but not here.
Well, this could be the (again) inception. Delighted for the new rearranged templates I've been working for. Just love this teal like Green, OMG I fond Green so much
My New Project here is?
Finding My own sense in literature (more),
Though I've been publishing poems and poetry so many times and publishing it in my WordPress, why ain't I try it here?
ind of,
Dari sejak Mts belajar bikin puisi, karena sebetulnya ada pelajaran balaghah. dan baru menyadari betapa luhurnya anak kelas 1 smp belajar mengetahui komponen-komponen dalam syair arab :| . Just, Oh God
Probably, I like Literature so much, sastra things, puisi, pantun, novel sastra, syair, apapun mereka disebutnya maybe in reading side, not in writing side.
tapi, lambat laun sering juga ternyata membuat hal-hal semacam itu (unnoticedly)
so I kind of delighted to write some literature things,
My dream was about to own my own literature novel, and I know someday i'll make it come true.
Sedikit jadi mengenang saat-saat masih berada di Madrasah Tsanawiyyah, dan tentu saja karena project kali ini 'Finding My Own Sense in Literature (more)'
Subscribe to:
Posts (Atom)